Senin, 05 Juli 2010

Kisah Kriminal Dari AFSEL Dari Eks Narapidana

0 comments



Camro menunjukkan tato di kaki kanannya yang artinya master of criminal. Tato itu menunjukkan bahwa dia pernah dipenjara.



Senin,5 Juli 2010 | 08:26 WIB
Kisah Kriminal Afsel dari Eks Narapidana

Laporan Wartawan KOMPAS.com, Hery Prasetyo dari Afrika Selatan


KOMPAS.com — "Anda mengalami sendiri atau menyaksikan sendiri? Jangan bicara soal kriminal di Afrika Selatan kalau Anda tak menyaksikan sendiri."


Begitu jawaban seorang polisi ketika ditanya Kompas.com soal tingginya kriminalitas di Afrika Selatan (Afsel). Jawaban tadi terkesan mengelak. Pasalnya, faktanya, selama Piala Dunia 2010, para pengunjung merasa was-was karena banyaknya kasus kriminal.


Begitu dijawab lagi bahwa penulis sering menyaksikan kejahatan, bahkan ikut merasakan jadi korban, sang polisi akan mengelak lagi.


Pekan lalu, seperti diberitakan Pretoria News, seorang suporter Amerika Serikat (AS) tiba di Bandara OR Tambo untuk menyaksikan Piala Dunia. Dari bandara, dia naik suttle, kendaraan bandara. Baru berjalan beberapa meter, dia dirampok habis dan pelakunya tak pernah tertangkap. Rupanya, suporter ini belum tahu bahwa kendaraan umum, apakah itu suttle, taksi, dan sebagainya tak aman di Afsel. Terkadang, mereka kriminal atau setidaknya bekerja sama dengan kriminal.


Sebelumnya, enam wartawan sudah jadi korban perampokan. Tim Yunani, Uruguay, dan Inggris malah kecolongan. Yang mengagetkan, tujuh replika Piala Dunia dicolong pula.


"Itulah masalah negeri kami. Polisi tidak menangkap kriminal, tapi kadang justru menangkap orang tak bersalah," keluh salah seorang penduduk Eesterust, Pretoria.


Untuk lebih mengenal kejahatan di Afsel, Kompas.com pun berusaha menemui mantan narapidana yang sudah kenyang malang-melintang di dunia kejahatan Afsel. Namun, dia kini sudah tobat dan ingin hidup baik-baik untuk membayar kesalahan masa lalunya. Dia tak mau namanya disebut, kecuali julukannya, "Camro".


"Kejahatan bagian menonjol dari kehidupan Afsel sejak lama. Saya salah satu pelakunya dan hampir semua penjara pernah saya singgahi. Jadi, saya tahu persis kondisi kriminal di sini," kata "Camro", mantan anggota geng Hell Street Dudes.


Menurutnya, bagian dari kehidupan Afsel selalu sulit, apalagi zaman apartheid. Orang kulit hitam dan Coloured dalam kondisi tertindas. Sementara itu, mereka juga ingin makan dan hidup layak.


"Dulu seolah tak ada kesempatan hidup enak. Maka dari itu, banyak yang membentuk geng-geng, kemudian melakukan kejahatan demi hidup yang lebih enak. Kami juga ingin merasakan makan kenyang dan minum anggur seperti orang kulit putih. Kami juga ingin tinggal di rumah yang layak," kisahnya menjelaskan salah satu latar belakang kejahatan di Afsel.


Kini, kebebasan dan demokrasi sudah tercipta. Tapi, ketimpangan masih tinggi, belum lagi masalah korupsi. Dari 48 juta penduduk Afsel, sepertiganya masih hidup miskin. Belum lagi muncul pendatang dari Zimbabwe, Mozambik, Nigeria, Namibia, dan Botswana. Sebagian dari mereka desersi tentara. Mereka datang ke Afsel untuk mengubah hidup. Tapi, sebagian pilih memakai cara kriminal.


"Semua orang memikirkan dirinya sendiri. Maka dari itu, banyak muncul kriminal yang hanya memikirkan dirinya sendiri. Begitu ada kesempatan, pasti disikat," ungkap Camro.


Menurutnya, kriminal di Afsel tergolong kejam. Mereka hanya punya satu pertimbangan, yakni mengambil barang orang. Tak peduli apa akibatnya. Bahkan, sering kali korban langsung dibunuh, meski sudah memberikan barang yang diminta.


Lalu, Camro menjelaskan beberapa modus kejahatan di Afsel. Pencopetan, pembobolan, perampokan beserta pembunuhan, dan perampasan merupakan modus yang paling sering dilakukan. Mereka biasanya melakukannya secara berkelompok.


"Anda jangan heran, di sini ngetren merampok mobil pembawa uang. Maka dari itu, kalau naik mobil jangan dekat-dekat mobil seperti itu. Kalau dirampok bahaya karena perampok akan memberondong mobil itu beserta mobil-mobil di dekatnya. Kemudian, mereka akan menjebol sisi atas mobil yang paling lunak atau membawanya lari," paparnya.


Modus lain, sekelompok penjahat akan mendatangi korban potensial. Kemudian, mereka akan meminta uang dan barang berharga. Kalau tak dikasih, mereka akan menusuk sampai mati dan begitu sepi mayatnya ditinggalkan begitu saja. "Perampokan seperti ini bisa terjadi di kereta atau di tempat ramai sekalipun," ujarnya.


Yang pernah dia lakukan bersama gengnya adalah merampok supermarket atau perkantoran. "Kami akan mengamati dengan saksama, kemudian merancang perampokan hingga detail, baru bertindak. Ini perampokan yang cerdas," ucapnya bangga.


Ketika ditanya seberapa banyak kriminal di Afsel, hal itu menurutnya justru cenderung meningkat. "Oh, Bung, di sini setiap blok ada gengnya sendiri-sendiri. Ada pula geng besar-besar. Jadi, banyak wilayah rawan. Sepertinya, setiap pojok di negeri ini penuh kerawanan. Many wrong place, man!" ujarnya. (Bersambung, nantikan pula kisah kriminal memakan jantung manusia).

Hery Prasetyo
Editor: hpr
Dibaca: 3222


Sumber : Kompas.com

ARTIKEL TERKAIT:

Leave a Reply

Apresiasikan dengan memberi komentar :)
Tapi komentarnya dengan bahasa yang baik lho ...